Add caption |
Aku sangat risih dengan alat ukur, helm praktek,
penggaris atau sesuatu yang berbau teknik. Tapi anehnya, kenapa aku
mengambil jurusan ini.
Aku termasuk orang yang individualis, menghindari
berkumpul dengan teman-teman walau hanya untuk sesuatu yang berbau gaul seperti
nonton, nongkrong atau apalah itu, kecuali bila TERPAKSA.
Aku lebih suka menyendiri dan tempat paling kusukai
adalah Kafe Kopi. Entah kenapa padahal aku di sini juga melakukan hal yang bisa
dilakukan di tempat lain namun aku lebih suka di sini di Kafe Kopi, dan hei
pernahkah kalian menonton Film Filosofi Kopi atau membaca kumpulan prosa
tersebut dengan judul yang sama, aku pernah membacanya, judulnya unik dan
awalnya bikin aku tertawa. Bagaimana bisa ada judul seperti itu, “Filosofi
Kopi”, aneh bukan?
Percaya atau tidak, aku mulai menyukai Kopi semenjak
membaca kumpulan prosa tersebut. Mungkin ini yang sering dikatakan guruku
bahwa dengan membaca sesuatu, apa yang ada dalam kalimat yang kita baca akan
mempengaruhi kehidupan kita, dan aku membuktikanya sendiri, mungkin kalian
perlu mencobanya.
Namun jelas ini bukan Filosofi Kopi ala Ben, jelas bukan
ayolah ini ceritaku kawan. Bukan cerita Dee. Kalau Dee lewat Ben mengatakan
Cappucino identik dengan kelembutan dan Keindahan, hei aku mungkin tidak
setuju.
Lihatlah capucino yang aku minum, bahkan aku tidak perlu
melihat cangkirnya terlebih dahulu sebelum kuminum. Ayolah, ini ceritaku sekali
lagi.
Aku lebih suka menganggap bahwa cappuccino adalah selera
para pemberani di mana setiap orang yang meminumnya tanpa ragu lagi
menghabiskan apa yang sudah ada di depanya terlepas dari lukisan yang
dibuat sang peracik ataupun bentuk cangkirnya dan dalam sekejap keindahan dari
sang peracik yang sudah membuatnya dengan susah payah lenyap, berani bukan?.
Dan ya, apa tanggapanku tentang Kopi Tubruk, apakah aku
harus setuju dengan kalimat sederhana, lugu, memikat? Ya, aku akui inilah kopi
terbaik yang ada di sini, kawan. Temperatur yang pas, urutan langkah
pembuatan akan benar-benar menjadikan lidah dan otak bersatu dalam sepersekian
detik untuk saling berinteraksi membentuk kata SEPAKAT.
Aku mengenal beberapa orang dari Kafe ini, karena
kami sering bertemu dan jadi asik membicarakan sesuatu yang sangat tidak
penting. Sebentar, bukankah tadi kukatakan bahwa aku adalah orang yang
individualis? Sudahlah mungkin aku salah menulis atau bahkan aku memang tak
sengaja menuliskanya.
Mungkin benar apa yang dikatakan Sammy bahwa kopi mampu
membuat ikatan hati manusia bersatu. Bahkan tak jarang hati itu kian terikat
dan menyatu. Wow, bagaimana mungkin? Sekali lagi, aku bukalah
tipe orang yang mudah percaya sebelum aku membuktikanya sendiri.
Aku masih seperti dulu, suka membaca apapun itu.
Kuhabiskan waktu luangku untuk membaca. Ya, daripada sia-sia. Kalaupun membaca
sia-sia, aku senang melakukanya. Setidaknya aku mendapat ilmu dari
kesia-siaan itu.
Hei-hei, aku ingat. Tahukah kau dengan Andrea Hirata?
Pasti kalian tahu. Yups, dia adalah penulis novel Laskar Pelangi. Tapi
bukan itu yang aku tanyakan, karyanya Boiii, Cinta di Dalam Gelas, ahai lihai
sekali dia membicarakan kopi. Ia mampu menilai orang dari cara meminum
kopi, dari pesanan kopinya apa, panas atau hangat, cara memegang kopi itu bisa
dinilai dan ada filosofinya, ia mampu menilai karakter orang dari kopi. Luar
biasa hebat hebat.
Pernah sekali aku mencoba menafsirkan karakter seseorang
dari cara dia memegang gelas kopi. Suatu ketika saat aku sedang santai
menikmati secangkir Cappucino, kulihat seorang gadis membaca sebuah novel dari
Leo Tolstoy sambil menyeruput Cappucino dari cangkirnya. Kulihat ia tak
memegang kuping cangkirnya melainkan memegang tubuh cangkirnya. Kusimpulkan dia
orang yang tidak sabaran, akhirnya aku beranikan untuk bertanya padanya.
“Permisi mbak, boleh Tanya sesuatu?” kataku sambil
memasang senyum.
Gadis itu tak langsung menjawab melainkan menyipitkan
matanya terlebih dahulu sebelum berkata, “ya…”
“Emmmm, mbak maaf sebelumnya kalau saya lancang, saya
membaca Novel Andrea Hirata katanya kalau orang yang meminum Kopi dengan
menggunakan lima jari itu artinya serakah, apa betul mbak termasuk orang yang
serakah?’ kataku tanpa ragu.
Aku menduga dia bakal marah karena ya siapa sih orang
yang nggak marah seandainya tiba-tiba ada orang yang tidak dikenal tiba tiba
datiag di depan kita dan bicara seenaknya. Namun dia malah melakukan hal
yang jauh dari bayanganku, dia tersenyum dan berkata: “Ah, mas bisa saja,
pasti mas orangnya jarang berkumpul dengan orang lain, tidak suka keramaian dan
penyendiri.”
“Lho, kenapa begitu?” tanyaku penasaran karena hampir apa
yang dikatakanya benar.
“Hahahaha, nah pertanyaan Mas itu sedikit membenarkan
perkataanku..
Dunia seakan runtuh siang berganti malam dan rasanya hujan
tak lagi terasa air melainkan butiran kerikil dari neraka yang dilemparkan
burung ababil seperti dalam kitab suci, bagaimana dia yang justru bisa menebak
karakterku yang seharusnya aku yang melakukan itu, otaku masih diselimutu
berjuta pertanyaan yang menggantung apkah dia yang justru malah sudah lebih
ahli dalam mengetahui karakter seseorang dari Kopi?.
“wah malah saya yang kena batunya,mbak nggak marah” cndaku
menghilangkan kekikukan ini.
“sama sekali
tidak, tapi sedikit ku jawab pernyataan mas dan pertanyaany tadi ya, aku bukan
orang yang serakah kok aku minum dengan memegang cangkir karena dingin mas
kupegang pake lima jari biar aku merasa hangat, itu aja”
Jawaban yang lugu darinya membuatku tertawa dan kamipun
mengobrol sampai membahas hal-hal yang tidak perlu, tanpa kusadari aku
merasakan sesuatu yang tak kurasakan selama ini namun aku tak mau
menyimpulkanya ini baru awal, mungkin ini hanya rasa sesaat, rasa yang bermula
dari iseng-iseng mencoba mengenali karakter seseorang sampai aku berpikir dia
peramal dan akhirnya membuahkan sesuatu bernama keakraban.
Entah berapa lama aku mulai akrab dengan Gadis yang
kukenal bernama Sophie itu, aku tidak mengingatnya karena biarlah itu membekas
dihati tak perlu diingat. Namun rasanya setelah pertemuan kami yang pertama
hamper setiap bulan kami selalu bertemu setiap akhir peka di tempat yang sama
dan dimeja yang sama, Sammy selalu menggodaku “Hati-hati inilah kitukan Kopi
yang paling berbahaya yaitu menyatikan dua hati”. Aku selalu ingat gurauan
temanku itu.
Lewat Cappucino yang sering ku pesan bersama Sophie aku
semakin tau bahwa Cappucino memberikan sensasi kedamaian dalam kebersamaan,
memberikan nuansa yang sangat berbeda distiap pertemuan kami, bahkan meskipun
Cappucini yang kami pesan selalu diracik oleh orang yang sama namun rasa yang
muncul dilidah selalu berbeda disetiap tegukanya. Dan bukan hanya aku yang
merasakan namun juga Sophie. Aneh.
“Kau merasakan bahwa setiap Cappucino yang kita pesan tiap
minggu selalu berbeda rasanya, ada kejutan tiap teguknya”
“Mungkin benar Ahmad dan mungkinmemang benar, dank au tau
apa artinya?”
“Apa, ayolah jangan jadi paranormal lagi di depanku”
“Hahaha, kau masih saja seperti itu”
Dia masih Sophie yang ku kenal dulu yang menyimpan
keunikan disetiap pembawaanya.
“Taukah kau Ahmad, bahwa Cappucino menyimpan sejuta rasa
dalam tiap teguknya ketika seseorang sedang merasa bahagia, namun ketika kau
dalam keadaan bahagia dan kau sudah meneguk sejuta kali Cappucino yang kau
minum itu akan kembali lagi sepert rasa semula kau meminumnya”
“Sebentar…sebebtar….jadi ketika aku sedang bahagia dan
aku meminumnya rasanya akan selalu berbeda sejuta kali banyaknya, dan rasanya
aku merasakan rasa yang berbeda tiap meminumnya setelah aku mengenal kamu dan
itu jujur, tapi tunggu dulu hei berapa kali kita udah mengenal dan kira-kira
hari ini sudah tegukan yang ke berapa?”
“Tenang Ahmad, pertanyaanmu seperti kau dikejar polisi
saja” balasnya dengan bercanda.
Lalu dia mengatakan hal lain yang membuatku malu, “Aku
lupa mengatakanya Ahmad, bahwa kebanyakan orang yang merasakan hal demikian
adalah mereka sedang merasakan satu hal dan itu pasti”
“Apa itu” tanyaku memburu.
“Haruskah aku yang mengatakanya Mr. Individualis?”
“Kemon…..Sophie ini bukan waktunya main tebak-tebakan”
“Oke-oke terpaksa aku yang harus mengatakanya” dia diam
sejenak sambil mengatur nafasanya “Ahmad kebanyakan orang yang merasakan
perbedaan dalam tiap tegukan Cappucino yang diminumnya dia pasti sedang
merasakan CINTA, dan apakah salah aku berkata seperti itu Ahmad, apakah kau
sedang Jatuh Cinta?”
Apa yang harus aku katakana apakah aku harus menahan
perasaan ini lagi, menyembunyikan egoku untuk membuka sebuah kenyattan bahwa
apa yang dikatakan gadis di depanku tidaklah salah, aku masih berpikir tentang
apa yang yang akan ku katakana padanyanamun entah darimana datangnya suara itu
aku mengatakan kata-kata yang tak pernah ku sebut selama ini yaitu CINTA.
“Iiii…iya… Sophie aku sedang jatuh cinta” kataku mantap.
“dengan siapa kalau boleh aku tau apakah aku mengenalnya”
“Denganmu
Sophie, aku mencintaimu dan seperti Cappucino yang nyata adanya yang rasanya
tak mampu berbohong, yang kelembutanya selalu kita rasakan bersama, Sophie aku
mencintaimu dan maukah kau menikah denganku”. Tuhan apa yang aku katakana
apakah aku sadar dengan apa yang aku ucapkan, ini bukan pengaruk Kopi bukan?,
tolong aku Tuhan sadarkan aku
Dimuat juga di Qureta.com
Dimuat juga di Qureta.com
0 Komentar