• Home
  • Twitter
  • Facebook
MENU

Catatan Penulis Jalanan

Menu
Catatan Penulis Jalanan Cerpen Bukan Filosofi Kopi

Bukan Filosofi Kopi

Cerpen
Add caption
Perkenalkan namaku Ahmad, keturunan Arab berbadan besar berkulit putih, tinggi jelas karena memang selayaknya seorang keturunan Arab seperti itu. Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil namun entah kenapa Aku sangat suka membaca karya sastra. Baik itu novel murahan yang nama penulisnya tak dikenal di negeri ini maupun di planet lain, atau karya seperti My Name is Red;Orhan Pamuk, karya yang sering aku bolak baik untuk mengusir penat. Atau karya penulis yang memang sudah tidak diragukan lagi seperti Pramoedya. 
Aku sangat risih dengan alat ukur, helm praktek, penggaris atau sesuatu yang berbau teknik. Tapi anehnya, kenapa aku mengambil jurusan ini.
Aku termasuk orang yang individualis, menghindari berkumpul dengan teman-teman walau hanya untuk sesuatu yang berbau gaul seperti nonton, nongkrong atau apalah itu, kecuali bila TERPAKSA.
Aku lebih suka menyendiri dan tempat paling kusukai adalah Kafe Kopi. Entah kenapa padahal aku di sini juga melakukan hal yang bisa dilakukan di tempat lain namun aku lebih suka di sini di Kafe Kopi, dan hei pernahkah kalian menonton Film Filosofi Kopi atau membaca kumpulan prosa tersebut dengan judul yang sama, aku pernah membacanya, judulnya unik dan awalnya bikin aku tertawa. Bagaimana bisa ada judul seperti itu, “Filosofi Kopi”, aneh bukan?
Percaya atau tidak, aku mulai menyukai Kopi semenjak membaca kumpulan prosa tersebut. Mungkin ini yang sering dikatakan guruku bahwa dengan membaca sesuatu, apa yang ada dalam kalimat yang kita baca akan mempengaruhi kehidupan kita, dan aku membuktikanya sendiri, mungkin kalian perlu mencobanya.
Namun jelas ini bukan Filosofi Kopi ala Ben, jelas bukan ayolah ini ceritaku kawan. Bukan cerita Dee. Kalau Dee lewat Ben mengatakan Cappucino identik dengan kelembutan dan Keindahan, hei aku mungkin tidak setuju. 
Lihatlah capucino yang aku minum, bahkan aku tidak perlu melihat cangkirnya terlebih dahulu sebelum kuminum. Ayolah, ini ceritaku sekali lagi. 
Aku lebih suka menganggap bahwa cappuccino adalah selera para pemberani di mana setiap orang yang meminumnya tanpa ragu lagi menghabiskan apa yang sudah ada di depanya  terlepas dari lukisan yang dibuat sang peracik ataupun bentuk cangkirnya dan dalam sekejap keindahan dari sang peracik yang sudah membuatnya dengan susah payah lenyap, berani bukan?.
Dan ya, apa tanggapanku tentang Kopi Tubruk, apakah aku harus setuju dengan kalimat sederhana, lugu, memikat? Ya, aku akui inilah kopi terbaik yang ada di sini, kawan. Temperatur yang pas, urutan langkah pembuatan akan benar-benar menjadikan lidah dan otak bersatu dalam sepersekian detik untuk saling berinteraksi membentuk kata SEPAKAT.
Aku mengenal beberapa orang dari Kafe ini, karena kami sering bertemu dan jadi asik membicarakan sesuatu yang sangat tidak penting. Sebentar, bukankah tadi kukatakan bahwa aku adalah orang yang individualis? Sudahlah mungkin aku salah menulis atau bahkan aku memang tak sengaja menuliskanya. 
Mungkin benar apa yang dikatakan Sammy bahwa kopi mampu membuat ikatan hati manusia bersatu. Bahkan tak jarang hati itu kian terikat dan menyatu. Wow, bagaimana mungkin? Sekali lagi, aku bukalah tipe orang yang mudah percaya sebelum aku membuktikanya sendiri.
Aku masih seperti dulu, suka membaca apapun itu. Kuhabiskan waktu luangku untuk membaca. Ya, daripada sia-sia. Kalaupun membaca sia-sia, aku senang melakukanya. Setidaknya aku mendapat ilmu dari kesia-siaan itu.
Hei-hei, aku ingat. Tahukah kau dengan Andrea Hirata? Pasti kalian tahu. Yups, dia adalah penulis novel Laskar Pelangi. Tapi bukan itu yang aku tanyakan, karyanya Boiii, Cinta di Dalam Gelas, ahai lihai sekali dia membicarakan kopi. Ia mampu menilai orang dari cara meminum kopi, dari pesanan kopinya apa, panas atau hangat, cara memegang kopi itu bisa dinilai dan ada filosofinya, ia mampu menilai karakter orang dari kopi. Luar biasa hebat hebat.
Pernah sekali aku mencoba menafsirkan karakter seseorang dari cara dia memegang gelas kopi. Suatu ketika saat aku sedang santai menikmati secangkir Cappucino, kulihat seorang gadis membaca sebuah novel dari Leo Tolstoy sambil menyeruput Cappucino dari cangkirnya. Kulihat ia tak memegang kuping cangkirnya melainkan memegang tubuh cangkirnya. Kusimpulkan dia orang yang tidak sabaran, akhirnya aku beranikan untuk bertanya padanya.
“Permisi mbak, boleh Tanya sesuatu?” kataku sambil memasang senyum.
Gadis itu tak langsung menjawab melainkan menyipitkan matanya terlebih dahulu sebelum berkata, “ya…”
“Emmmm, mbak maaf sebelumnya kalau saya lancang, saya membaca Novel Andrea Hirata katanya kalau orang yang meminum Kopi dengan menggunakan lima jari itu artinya serakah, apa betul mbak termasuk orang yang serakah?’ kataku tanpa ragu.
Aku menduga dia bakal marah karena ya siapa sih orang yang nggak marah seandainya tiba-tiba ada orang yang tidak dikenal tiba tiba datiag di depan kita dan bicara seenaknya. Namun dia malah melakukan hal yang jauh dari bayanganku, dia tersenyum dan berkata: “Ah, mas bisa saja, pasti mas orangnya jarang berkumpul dengan orang lain, tidak suka keramaian dan penyendiri.”
“Lho, kenapa begitu?” tanyaku penasaran karena hampir apa yang dikatakanya benar.
“Hahahaha, nah pertanyaan Mas itu sedikit membenarkan perkataanku..
Dunia seakan runtuh siang berganti malam dan rasanya hujan tak lagi terasa air melainkan butiran kerikil dari neraka yang dilemparkan burung ababil seperti dalam kitab suci, bagaimana dia yang justru bisa menebak karakterku yang seharusnya aku yang melakukan itu, otaku masih diselimutu berjuta pertanyaan yang menggantung apkah dia yang justru malah sudah lebih ahli dalam mengetahui karakter seseorang dari Kopi?.
“wah malah saya yang kena batunya,mbak nggak marah” cndaku menghilangkan kekikukan ini.
“sama sekali tidak, tapi sedikit ku jawab pernyataan mas dan pertanyaany tadi ya, aku bukan orang yang serakah kok aku minum dengan memegang cangkir karena dingin mas kupegang pake lima jari biar aku merasa hangat, itu aja”
Jawaban yang lugu darinya membuatku tertawa dan kamipun mengobrol sampai membahas hal-hal yang tidak perlu, tanpa kusadari aku merasakan sesuatu yang tak kurasakan selama ini namun aku tak mau menyimpulkanya ini baru awal, mungkin ini hanya rasa sesaat, rasa yang bermula dari iseng-iseng mencoba mengenali karakter seseorang sampai aku berpikir dia peramal dan akhirnya membuahkan  sesuatu bernama keakraban.
Entah berapa lama aku mulai akrab dengan Gadis yang kukenal bernama Sophie itu, aku tidak mengingatnya karena biarlah itu membekas dihati tak perlu diingat. Namun rasanya setelah pertemuan kami yang pertama hamper setiap bulan kami selalu bertemu setiap akhir peka di tempat yang sama dan dimeja yang sama, Sammy selalu menggodaku “Hati-hati inilah kitukan Kopi yang paling berbahaya yaitu menyatikan dua hati”. Aku selalu ingat gurauan temanku itu.
Lewat Cappucino yang sering ku pesan bersama Sophie aku semakin tau bahwa Cappucino memberikan sensasi kedamaian dalam kebersamaan, memberikan nuansa yang sangat berbeda distiap pertemuan kami, bahkan meskipun Cappucini yang kami pesan selalu diracik oleh orang yang sama namun rasa yang muncul dilidah selalu berbeda disetiap tegukanya. Dan bukan hanya aku yang merasakan namun juga Sophie. Aneh.
“Kau merasakan bahwa setiap Cappucino yang kita pesan tiap minggu selalu berbeda rasanya, ada kejutan tiap teguknya”
“Mungkin benar Ahmad dan mungkinmemang benar, dank au tau apa artinya?”
“Apa, ayolah jangan jadi paranormal lagi di depanku”
“Hahaha, kau masih saja seperti itu”
Dia masih Sophie yang ku kenal dulu yang menyimpan keunikan disetiap pembawaanya.
“Taukah kau Ahmad, bahwa Cappucino menyimpan sejuta rasa dalam tiap teguknya ketika seseorang sedang merasa bahagia, namun ketika kau dalam keadaan bahagia dan kau sudah meneguk sejuta kali Cappucino yang kau minum itu akan kembali lagi sepert rasa semula kau meminumnya”
“Sebentar…sebebtar….jadi ketika aku sedang bahagia dan aku meminumnya rasanya akan selalu berbeda sejuta kali banyaknya, dan rasanya aku merasakan rasa yang berbeda tiap meminumnya setelah aku mengenal kamu dan itu jujur, tapi tunggu dulu hei berapa kali kita udah mengenal dan kira-kira hari ini sudah tegukan yang ke berapa?”
“Tenang Ahmad, pertanyaanmu seperti kau dikejar polisi saja” balasnya dengan bercanda.
Lalu dia mengatakan hal lain yang membuatku malu, “Aku lupa mengatakanya Ahmad, bahwa kebanyakan orang yang merasakan hal demikian adalah mereka sedang merasakan satu hal dan itu pasti”
“Apa itu” tanyaku memburu.
“Haruskah aku yang mengatakanya Mr. Individualis?”
“Kemon…..Sophie ini bukan waktunya main tebak-tebakan”
“Oke-oke terpaksa aku yang harus mengatakanya” dia diam sejenak sambil mengatur nafasanya “Ahmad kebanyakan orang yang merasakan perbedaan dalam tiap tegukan Cappucino yang diminumnya dia pasti sedang merasakan CINTA, dan apakah salah aku berkata seperti itu Ahmad, apakah kau sedang Jatuh Cinta?”
Apa yang harus aku katakana apakah aku harus menahan perasaan ini lagi, menyembunyikan egoku untuk membuka sebuah kenyattan bahwa apa yang dikatakan gadis di depanku tidaklah salah, aku masih berpikir tentang apa yang yang akan ku katakana padanyanamun entah darimana datangnya suara itu aku mengatakan kata-kata yang tak pernah ku sebut selama ini yaitu CINTA.
“Iiii…iya… Sophie aku sedang jatuh cinta” kataku mantap.
“dengan siapa kalau boleh aku tau apakah aku mengenalnya”
“Denganmu Sophie, aku mencintaimu dan seperti Cappucino yang nyata adanya yang rasanya tak mampu berbohong, yang kelembutanya selalu kita rasakan bersama, Sophie aku mencintaimu dan maukah kau menikah denganku”. Tuhan apa yang aku katakana apakah aku sadar dengan apa yang aku ucapkan, ini bukan pengaruk Kopi bukan?, tolong aku Tuhan sadarkan aku


Dimuat juga di Qureta.com
Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Share on LinkedIn
Catatan Penulis Jalanan

Catatan Penulis Jalanan

Next
« Prev Post
First
0 Komentar

Langganan: Posting Komentar (Atom)

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Label

  • Cerpen
  • co
  • Coretan
  • Puisi
  • Resensi

Popular

  • Salamku Padaku Dimasa yang Akan Datang
    Kepada H. Muhammad Imam Farouq dimanapun engkau berada, si tempat terbaik di dunia ini yang telah dipilih Allah untukmu. Assalamual...
  • Karena Saya Lelaki Butuh Pendamping Hidup
    Dahulu saya pernah berpikir andai saya bisa menikah muda, punya keluarga bahagia san punya anak-anak yang lucubdi usia yang masih muda, mel...
  • Andai Aku Bisa Bertemu Dengannya
    Kalau saja bicara soal muslim dan ditanya siapa orang yang ingin saya temui tentu andai bisa saya ingin bertemu dengan Nabi Agung Muhammad,...
  • Hikmah Sebuah Kehilangan
    Semua orang pasti pernah merasakan yang namanya kehilangan, bahkan anak kecil yang belum baligh akan merasakan kehilangan dan merasakan sed...
  • Sakit #Hari_24 #30HariBercerita
    Satu kali saya masuk rumah sakit. Dirawat beberapa hari dan rasanya sungguh tidak enak. Untungnya sakit yang saya derita bukan macam peny...
  • Meja #Hari_25 #30HariBercerita
    Saya punya ingatan yang begitu membekas tentang sebuah meja. Sewaktu SD saya mendapatkan meja dengan penuh coretan. Coretan itu ada yang ...
  • Celana Jeans #Hari_12 #30HariBercerita
    Begitu melihat orang dewasa memakai celana jeans rasanya sangat gagah dan keren. Begitulah masa kecil saya saat melihat mereka yang mengen...
  • Liburan #Hari_21 #30HariBercerita
    Kalau didunia ini ada orang yang tidak peduli dengan liburan ke luar kota itu adalah saya. Saya paling tidak peduli dengan yang namanya l...
  • Dunia Maya yang Begitu Nyata
    Dunia Maya yang Begitu Nyata
    kompasiana.com Sebagai warga Negara yang kini berprofesi sebagai Petani kentang di Lereng Dieng, kehidupan ini cukup membuatku bahagia....
  • Masjid #Hari_13 #30HariBercerita
    Rumah pertama saya sangat dekat dengan masjid, bahkan saking dekatnya ketika ada suara adzan akan sangat terdengar nyaring. Juga ketika a...

recent posts

Copyright © Catatan Penulis Jalanan All Right Reserved - Created by Rifqi