Rumah pertama saya sangat dekat dengan masjid, bahkan saking dekatnya ketika ada suara adzan akan sangat terdengar nyaring. Juga ketika ada acara hari besar Islam halaman depan rumah saya akan sangat ramai. Dimasa itu masjid menjadi tempat yang berkumpul para warga, juga tempat bermain anak-anak (bukan dihalaman masjid tapi didalam masjid). Kini masjid hanya menjadi simbol keagamaan belaka, masjid menjadi tempat ibadah belaka, masjid sebagai tempat pemersatu rasanya sudah hilang dari kesan seperti jaman dulu.
Masjid itu berwarna putih, dengan jendela kayu dan berjeruji besi berwarna hijau. Tidak ada kubah megah diatasnya hanya ada toa sebagai penanda bahwa itu adalah puncak masjid tersebut. Lantainya "master" begitu kata kami menyebutnya. Terdapat empat bagian, bagian depan yang agak luas, bagian dalam untuk jamaah shalat laki-laki, dan di kedua sisi sebelah kanan kiri ruang untuk jamaah laki-laki ada ruang untuk jamaah perempuan. tentunya ada serambi seperti umumnya masjid, serambi yang kira-kira hanya muat untuk satu shaf shalat dengan panjang kalau kurang lebih bisa untuk 20 jamaah shalat.
Ketika bulan suci Ramadhan tiba masjid menjadi tempat paling menyenangkan. Saat Maghrib tiba anak-anak akan berlarian meminta jajanan buka puasa, setelah itu baru anak-anak akan kerumahnya untuk buka bersama keluarga. Setelah shalat tarawih juga kegiatan itu berulang, yaitu ada kegiatan bernama Jaburan, tradisi yang masih bertahan hingga kini. Saat tarawih tiba anak-anak hanya akan ikut shalat tarawih beberapa rakaat, tentunya itu dengan main-main. Setelah itu mereka akan keluar berhamburan dan bermain petasan, tak jarang beberapa jamaah akan keluar dengan marah, namun itulah yang kami tunggu, semakin banyak orang yang marah semakin senang kami dan tawa kami akan begitu puas.
Masjid kami akan sangat ramai saat shalat Jum'at. Namun jangan tanyakan saat shalat fardhu lainnya. Hanya ada beberapa jamaah yang melaksanakan shalat pada waktu tersebut. Dan inilah fenomena yang sebenarnya sudah umum, bahkan menjadi keprihatinan bersama. Semakin ingat saja saya akan salah satu tanda-tanda hari akhir.
Masjid itu kini sudah direnovasi, dengan lantai berubin, dan dinding keramik pula, juga sudah punya menara masjid, dan toa yang dulu berada diatasnya, kini sudah bertengger di atas menara tersebut. Namun dengan direnovasinya masjid tersebut tetap tak membuat jamaah bertambah, bahkan jamaah semakin berkurang terutama di waktu jamaah shalat fardhu. Bahkan jarang sekali ada pemuda yang berada diantara shaf shalat tersebut. Mungkinkah ini juga tanda akhir zaman, dimana manusia gemar membangun masjid namun lalai untuk memakmurkannya.
Wonosobo, 13 Januari 2019
0 Komentar