Luka dalam Bara merupakan karya ke sekian dari Bernard Batubara. Karya ini tak bisa dibilang semakin mengukuhkan namanya sebagai salah satu penulis muda yang produktif di Negeri ini. Tak berselang lama dari karya ini dua bukunya telah terbit Metafora Padma dan Elegi Rionaldo dan menjadi perbincangan hangatpara pembaca setianya di media sosial.
Buku ini bukanlah Novel seperti karya Bara sebelumnya, dalam buku setebal 108 halaman ini lebih bisa dikatakan sebagai kumpulan tulisan atau fragmen. Tulisan yang terkumpul dan kemudian dijadikan buku ini memang pernah dipublikasikan Bara dalam blog pribadinya, setidaknya itu menurut pengakuan sang penulis. Dan dari kumpulan tulisan inilah kita menjadi semakin tahu tentang Dunia Bara, Dunia Alternatif yang diciptakan dari menulis.
Membaca karya-karya Bara sama saja bersiap untuk kita diajak menulis, dan memasuki dunianya. Dunia alternatif bagi Bara adalah dunia menulis. Ia tak bisa lepas dari proses kreatif ini, dan dalam beberapa kalimat yang tertulis di dalam buku ini kita akan banyak menemukan betapa Bara sangat senang akan dunianya, dimana pesan akan menulis membuat buku ini kental akan motivasi darinya yang mana menulis baginya bisa dijadikan pelarian atas segala masalah yang dihadapi.
Dari awal kita sudah disuguhi pertanyaan yang langsung menggiring kita masuk dalam dunianya, pertanyaan darinya yang menjadi titik penentuan bahwa ini buku layak untuk dibaca sampai akhir, Untuk apa Saya menulis? kurang lebih seperti itu. Maka tak heran dari awal kita akan disuguhi kalimat soal menulis, entah itu berupa ajakan, proses kreatif dalam menulis, maupun tokoh yang menjadi panutan dalam dunia alternatif Bara. Dan sekali lagi inilah yang membedakan Bara dengan penulis muda yang lainnya, yaitu ciri khas yang selalu memberikan motivasi kepada pembaca untuk menulis, artinya tidak hanya sekedar membaca karyanya namun juga mengikuti jejaknya menjadi penulis, saya kira ini menjadi semacam pesan tersembunyi dalam karya Bara yang satu ini.
Tulisan dalam buku ini tak sekedar berbicara soal cinta atau yang sejenisnya, namun merambah hal lain seperti pandangan Bara akan politik, tentang penulis dan juga buku yang menjadi favorit nya dan juga banyak hal lain. Saya membaca karya ini ada satu kesan yang lain bahwa meskipun menuliskan soal cinta namun kalimat dalam buku ini jauh dari kata "Lebay" sehingga saya benar benar bisa menikmati setiap kalimat dalam tulisan ini.
Membandingkan karya Bara dengan Kukila karya Aan Mansyur kita akan melihat dua hal yang sama dari penulis yang berbeda. Keduanya sama-sama berkisah soal cinta, kehilangan, dan juga dunia menulis. Namun ada hal yang membuat karya Bara berbeda dengan Kukila karya Aan Mansyur, jika dalam Kukila kita disuguhi bahasa metafora didalam Luka dalam Bara bahasa yang digunakan adalah apa adanya seolah penulis sedang berbicara kepada kita sendiri, kalimat nya jauh dari bahasa metafora, dan ini sekali lagi menjadi ciri khas tersendiri Bagi Bara.
Jangan berharap kita akan menemukan kisah sedih bercucuran air mata dalam kumpulan tulisan ini, namun yang ada kita akan disuguhi dengan cerita yang indah, ada beberapa adegan dalam kisah ini yang mungkin bertema kesedihan, namun bagi saya itu tidak demikian, lagi-lagi karena bagi saya itulah Dunia Alternatif Bara, dimana disitulah keahlian Bara mengajak kita memasuki dunia nya.
Buku ini sangat cocok dibaca siapapun yang ingin mengetahui bagaimana kita melupakan kesedihan dengan cara lain, yaitu dengan menuliskan perasaan kita agar kesedihan tidak melulu soal meratapi nasib namun kesedihan juga bisa menjadi sarana yang ampuh buat menulis. Dengan membaca buku ini ada hal yang perlu digarisbawahi bawha semua hal yang berkaitan dengan perasaan kita dalam hidup ini biasa menjadi motivasi buat orang lain, dan cara yang digunakan untuk memotivasi itu adalah dengan menuliskannya, seperti yang dilakukan Bara, mengungkapkan perasaan lewat tulisan, menciptakan Dunia Alternatifnya, karena seperti yang digaungkan oleh sastrawan terkemuka yang dimiliki bangsa ini Pramoedya Ananta Toer bahwa "Menulis adalah bekerja untuk Keabadian" hingga penulis bisa hidup selama tulisanya masih ada. Maka bicara Bara dan karyanya berati kita siap belajar tentang dunia menulis
NB : Tulisan ini dibuat berdasarkan ingatan karena jatah pinjaman di iJakarta sudah berakhir jadi tidak bisa menyertakan kalimat dalam sebuah halaman
0 Komentar