Saya dilahirkan pada tanggal 13 Februari 1991, setidaknya itu yang tercatat dalam akta kelahiran saya. Anak ke empat dari empat bersaudara, namun kakak pertama dan ketiga sudah meninggal dan saya bisa dibilang anak ke dua dari dua bersaudara.
Saya lahir dari keluarga Muslim yang taat, dogma agama sudah saya terima sejak kecil, dosa ini itu selalu ibu bicarakan bahkan hingga kini, saat saya lalai mengerjakan perintah agama maka ibu akan dengan semangat memberikan dalil ini itu. Bapak adalah sosok yang tegas, ia diam dalam kemrahannya, Bapak selalu mengandalkan ibu untuk masalah menasehati saya.
Kami hidup dalam keluarga tani, di lereng Dieng kami mencari penghasilan dari menanam Kentang, Cabai, Tembakau, Wortel, dan jenis sayuran lain, setidaknya dari hasil itulah kami mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Saya tumbuh dan besar dalam kultur keluarga NU. Bapak hingga kini masih aktif sebagai anggota BANSER (Barisan Ansor Serbaguna) salah satu badan semi otonom ANSOR yang merupakan organisasi dibawah NU. Ibu juga sampai sekarang masih aktif sebagai anggota Muslimat NU. Semangat berorganisasi kedua orang tua itulah yang membuat saya juga aktif di Organisasi, saya aktif juga di IPNU (Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama) salah satu badan Otonom dibawah NU yang menguasai masalah Pelajar dan Santri NU. Saat ini saya aktif sebagai pengurus di Pimpinan Wilayah IPNU Provinsi Jawa Tengah.
Saya mempunyai hobi yang unik menurut teman saya, karena bagai petani pada umumnya hobi saya adalah tidak ada gunanya, yaitu membaca. Bagi mereka uang adalah segalanya, dan hobi tanpa menghasilkan uang adalah sia-sia. Tidak bagi saya, karena prinsip saya adalah membaca berarti mencari ilmu, dan mencari ilmu adalah kewajiban, dan dari situlah saya membaca, yaitu mencari ilmu melakukan kewajiban sebagai muslim.
Saya bercita-cita ingin menjadi seorang Kepala Desa. Sederhana saja, saya ingin memperjuangkan anak-anak yang putus sekolah, saya berfikir andai saya menjadi kepala desa saya akan membuat program beasiswa untuk anak-anak dari keluarga yang tidak mampu agar mereka bisa mengenyam pendidikan sampai perguruan tinggi, meskipun saya yakin itu tidak semudah angan saya. Saya tidak mau anak-anak merasakan apa yang saya rasakan ketika tidak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Saya lulusan Aliyah dan sampai sekarang belum bisa melanjutkan ke perguruan tinggi. Namun jangan semangat saya untuk belajar masih tinggi. Saya bertekad sebelum saya meninggal saya harus mendapatkan gelar sarjana, bukan semata karena gelar, tapi lebih kepada ilmu nya, agar kelak anak saya bisa mempunyai semangat mencari ilmu yang lebih dari saya.
Saya hanya satu dari sekian juta anak yang memimpikan Pendidikan yang layak di negeri ini, namun saya percaya bahwa jutaan anak di negeri ini masih punya semangat untuk mencari ilmu dengan caranya masing-masing.
Saya satu dari sekian juta anak yang kurang beruntung, saya anak negeri yang akan terus mencintai Indonesia dengan cara saya, panggil saya Imam Faruq karena saya masih mempertahankan semangat Belajar, panggil saya Imam Faruq karena saya akan terus berusaha mencapai cita-cita saya, dan panggil saya Imam Faruq karena saya Indonesia.
0 Komentar