Semua orang pasti pernah merasakan yang namanya kehilangan, bahkan anak kecil yang belum baligh akan merasakan kehilangan dan merasakan sedih saat benda kesayangannya hilang. Orang dewasa memakai kehilangan dengan caranya masing-masing, ada yang mencoba ikhlas, ada pula yang mencari pengganti untuk menggantikan sesuatu yang hilang itu.
Saat saya tumbuh dan tahun demi tahun kehidupan ini saya jalani saya merasakan banyak kehilangan, benda-benda yang saya miliki harus hilang satu persatu, orang-orang disekeliling saya pergi satu persatu entah itu berpindah tempat atau pergi untuk selamanya. Setiap kehilangan selalu diganti dengan sesuatu yang baru, namun kadang sesuatu yang hilang itu terlalu berari untuk digantikan atau bahkan tak tergantikan.
Pernahkah saya merasa kehilangan sesuatu/seseorang hingga membuat saya terpuruk, dan seberapa besar kehilangan tersebut?, maka saya pasti pernah merasakan itu dan seberapa besar rasa kehilangan itu, maka ia tak dapat dihitung, namun menyisakan rasa yang dalam.
Saat saya beranjak dewasa masalah kadang datang menghampiri saya, dari mulai omelan orang tua yang menurut saya lebih kepada memarahi dari pada menasehati, dari masalah dengan sahabat, atau orang disekitar kita, semua itu menjadikan hidup kadang terasa berat, disitulah saya butuh sosok yang selalu siap untuk mendengarkan segala masalah saya. Orang yang selalu menghargai saat kita bicara menyampaikan masalah-masalah saya, yang selalu tersenyum menenangkan saya, dan dialah Simbah Putri.
Ia adalah Simbah Putri dari bapak karena Ibu sudah yatim piatu, jadi saya hanya punya satu Simbah Putri selama saya hidup, Simbah Kakung dari bapak juga sudah lama meninggal. Simbah Putri bagi saya adalah sosok yang tegar, usianya sudah 80 lebih, saat ia kecil ia hidup dalam masa kompeni, ia ingal ratu Yuliana, ia bahkan bisa mengucapkan beberapa kalimat dalam bahasa Belanda, ia mengucapkan "Londo" untuk menyebut para kompeni hingga semua orang dengan wajah bule entah itu Amerika, Inggris atau Perancis akan dipanggil Londo oleh Simbah Putri.
Simbah Putri adalah sosok yang tegar, kadang saya bingung diusianya yang sudah senja ia mampu tersenyum dengan begitu tulus, senyum yang selalu mendamaikan orang-orang disekitarnya. Pahit manis kehidupan mungkin sudah ia jalani, dari membesarkan kesembilan anaknya berjuang sendirian, hingga melihat generasi baru yaitu cucu-cucunya. Ia adalah cerminan wanita Jawa, saat ini saat saya hanya bisa mengingat Simbah Putri saya selalu bertanya pada diri saya sendiri, terbuat dari apakah hati Simbah Putri hingga mampu tersenyum dan tegar dengab pahitnya kehidupan yang ia jalani selama ini.
Tahun 2015 adalah tahun-tahun yang amat berarti bagi saya bersama Simbah Putri, karena ditahun inilah merupakan kebersamaan terakhir saya dengan Simbah Putri. Saat bulan Ramadhan tahun itu Simbah Putri tanpa diduga tidak bisa berjalan, mendadak kakinya sulit digerakkan, anak cucunya sedih karena baginya Simbah Putri adalah sumber kekuatan dalam keluarga kami, tiang bagi sebuah rumah kecil yang sudah lapuk dimakan usia, namun menyimpan bayak kisah.
Simbah Putri enggan dibawa ke rumah sakit, entah apa dalam pikirannya ia hanya berpesan untuk setiap malam dijaga oleh anak-anaknya, alhasil kami keluarga besar membuat jadwal dimana pada hari hari ini siapa yang akan bertugas menjaga Simbah Putri. Selama Ramadhan itulah kami sekeluarga bergantian menjaga Simbah Putri dirumahnya.
Malam itu malam Ramadhan ke 22, tak ada yang akan mengira bahwa itulah malam terakhir simbah merasakan kehidupan di dunia ini, dunia yang hanya sementara dan harus berganti ke dunia yang lain dunia yang kekal abadi.
Malam itu saat hendak menyiapkan makan sahur Pak Lik wudhu ke kamar mandi, meninggalkan Simbah Putri sendiri, Simbah Putri hanya tersenyum dan tanpa Pak Lik sadari itulah senyum terakhir Simbah Putri. Setelah selesai wudhu Pak Lik kembali dan menemukan Simbah Putri sudah tidak bernafas, Pak Lik segera menghubungi anak-Simbah Putri yang lain san kabar yang saya terima waktu itu membuat saya harus berlari menuju rumah Simbah Putri, lari sambil berurai air mata, karena saya sadar saya telah kehilangan sosok penyemangat dalam hidup saya dialah Simbah Putri.
Simbah Putri selalu ada saat saya sedang dalam masalah, ia selalu setia mendengarkan segala keluh kesah saya, meskipun kadang tidak ada solusi yang ia berikan, namun Simbah Putri mau mendengarkan segala keluh kesah saya itu saja sudah membuat beban dalam masalah saya berkurang. Dan mungkin kata orang bijak benar bahwa Saat kita berbagi kebahagiaan kita dengan orang lain maka kebahagiaan kita akan berlipat ganda, dan saat kita mencurahkan kesedihan kita kepada orang lain maka kesedihan itu akan berkurang. Memang bener adanya karena lewat Simbah Putri saya merasakan itu.
Ramadhan tahun itu menjadi hari terkelam bagi saya dalam hidup saya selama ini, karena waktu itu saya kehilangan penopang hidup saya, pemberi semangat saya, Simbah Putri pergi sekaligus membunuh semangat saya, saya kehilangan kata-kata bijak darinya, saya kehilangan senyum tulusnya, dan saya kehilangan dia untuk selamanya.
Simbah Putri bukanlah orang berpendidikan tinggi, namun pahit manis kehidupan telah menjadikan ia sebahai manusia yang berilmu.
Hari-hari setelah Simbah Putri pergi saya merasakan ada yang hilang dari hidup saya, semangat saya mendadak hilang saya sadar masih punya Bapak Ibu, namun entah mengapa kepergian Simbah Putri begitu menyakitkan hati ini, apakah kematian selalu menyisakan kesedihan seperti ini?, apakah ada yang bisa menggantikan Simbah Putri?, saya kira tidak ada. Simbah Putri pergi menyisakan sejuta kenangan, meninggalkan kesedihan, namun ia juga memberi pelajaran berarti bahwa sepahit apapun hidup ini harus tetap dijalani dan disyukuri, karena Simbah Putri sudah merasakannya, dan sering berbagi akan hal itu lewat kisah hidup yang selalu diceritakan kepadaku, kisah yang kini hanya tinggal kenangan. Semoga engkau tenang di alam sana.
2 Komentar
Aamiin
BalasAmin ya rabbal AlAmin.... terimakasih sudah membaca...
Balas