Setelah ibu selesai bercerita saya kemudian menutup rapat-rapat tubuh saya, hingga menyisakan muka untuk bernafas. Ibu selalu menakut-nakuti saya jika saya menangis atau bertingkah rewel saat saya kecil. Mulai dari mengatakan hati-hati ada culik kalau saya bermain dari rumah, hati-hati nanti dibawa orang gila kalau makan tidak habis, hingga menakut-nakuti saya dengan berbagai macam hantu yang entah mengapa ibu hafal beberapa nama hantu.
Semisal kalau cemberut nanti ada hantu A, kalau menangis ada hantu B, kalau marah ada hantu ini, kalau nggak nurut ada hantu itu, seolah hantu punya tugas masing-masing untuk anak yang melakukan jenis kesalahan yang berbeda-beda. Perihal hantu itulah yang sampai sekarang masih melekat dalam ingatan saya.
Pernah suatu ketika saya dan teman-teman bercerita tentang hantu. Hal tersebut selalu kami sukai meskipun kadang cerita itu pernah dibawakan sebelumnya, namun pada jiwa kecil kami yang melekat itu semua menjadi hal paling menyenangkan, terlepas apakah cerita itu benar apa tidak. Yang jelas siapapun yang bisa bercerita paling seram dialah jagoan diantara kami dalam hal cerita horor.
Membayangkan itu kadang lucu juga, pernah ada yang cerita ada perempuan yang diintip Genderuwo saat sedang mandi di mushola, ada orang yang lari dikejar-kejar pocong, yang paling ekstrim cerita tentang penangkapan tuyul yang akhirnya hilang karena si penangkap mengedipkan mata. Namun dari itu semua yang paling saya suka adalah cerita tentang "ingklik".
Disekolah saya dulu sering ditemukan jejak kaki yang berada di tembok, dengan jejak selalu naik ke atas tidak seperti jejak pada umumnya yang menampak di tanah atau lantai. Jejak tersebut selalu ada yang aneh, dimana jempol kakinya membentuk sebuah celurit besar, dan cerita tersebut selalu berulang disekolah bahkan hingga generasi kami. Dan jejak itulah yang kami kenal dengan jejak hantu "ingklik". Saat pagi hari ditemukan jejak itu maka hari tersebut menjadi hari paling menyeramkan, apalagi bagi siswa yang duduknya dibelakang. Seolah ingklik sedang mengawasi kami. Hingga kini misteri itu tidak terpecahkan bahkan menjadi mitos turunan yang bahkan anak-anak sekarang masih membicarakan tentang hal tersebut di sekolah. Saya tidak tahu apakah hantu ingklik ada di daerah lain atau tidak, seperti halnya Pocong dan Kuntilanak yang sudah terkenal tingkat Nasional.
Dimalam hari setelah kami pulang mengaji kadang ada anak-anak yang memang rumahnya jauh dari pemukiman, dan anak tersebut sering bercerita tentang pocong yang ia lihat sedang menggantung di Bambu. Dimasa sekarang saya sering ketawa sendiri apa benar pocong menggantung seperti buah, kalau benar alangkah lucunya pocong tersebut, jauh dari image yang dulu kami takutkan. Pocong dimasa dulu menjadi hantu yang paling kami takutkan, menduduki peringkat kedua yaitu kuntilanak. Saya kira cuma itu dua hantu yang bisa membuat kami ketakutan.
Pocong selalu saja menjadi hantu yang tak pernah berhenti kami bicarakan. Dari yang katanya jalannya loncat-loncat, mukanya seram, kain kafannya yang lecek juga mitos ketika bertemu pocong harus segera lari, karena kalau sampai terkena ludah pocong tersebut orang yang terkena akan menjadi bau busuk selamanya. Lucu juga membayangkan pocong meludah.
Perihal kuntilanak dengan tawa yang sangat seram dan juga rambut dan baju yang sudah terlalu mainstream. Bagi kami kuntilanak juga hantu yang bahkan hingga kini tak bisa lepas dari ingatan kami. Hantu berjenis kelamin perempuan itu konon suka tinggal di pohon besar. Dan selalu menakut-nakuti orang yang lewat dimalam hari dengan tawa khasnya.
Saya menikmati masa saat bercerita dengan teman-teman tentang hantu, juga menikmati masa ketika benar-benar takut dan memercayai ucapan teman saya tersebut. Hingga kini itu menjadi kenangan yang jika diingat akan membuat saya tersenyum sendiri. Dalam agama Islam memang ada kepercayaan tentang dunia ghaib, namun perihal kuntilanak, pocong, tuyul, dan sebangsanya apakah itu ada atau hanya jin yang menyamar untuk menggoda iman manusia itu hanya Allah yang tahu.
Wonosobo, 22 Januari 2019
0 Komentar