Penulis : Habiurrahman El-Shirazy
Penerbit : Republika Penerbit (Jakarta)
Cetakan : V, Desember 2015
Tebal : vi + 698 halaman
ISBN : 978-602-0822-15-0
Menjadi ciri khas Kang Abik sapaan untuk Habiburrahman El-Shirazy adalah Novel karya-karyanya yang bisa dibilang Karya Islami atau Sastra Madzhab Islam.
Setelah vakum lama dan membuat penggemarnya penasaran, Kang Abik hadir menyapa penggemarnya lewat Novel Pembangun Jiwa yang berjudul Ayat-Ayat Cinta 2, yang sebelumnya berhasil memancing rasa penasaran para pembaca setianya karena cuplikan Novel ini pernah dimuat dalam bentuk Cerita Bersambuang (Cerbung) sebelum menjadi sebuah Novel.
Masih segar dalam ingatan kita kala tahun 2004 lalu Novel Ayat-Ayat Cinta karya Kang Abik menggemparkan Jagat Sastra Tanah Air karena kehadiranya dianggap angin baru dalam Genre Sastra di Tanah Air, hingga bisa dibilang kehadiran Novel yang disebut-sebut sebagai Sastra Islami itu seolah menggeser apa yang disebut penyair kawakan Taufik Islmail sebagai “Sastra Madzhab Selangkangan” (SMS) yang popular kala itu.
Bukan hanya Novel Ayat-Ayat Cinta (AAC) Film AAC juga tak kalah menggemparkan. Bagaimana tidak, hanya selang tiga Minggu dari pemutaran perdananya Film karya Sutradara Hanung Bramantyo ini sudah mampu menyedot perhatian penonton tak kurang dari tiga juta penonton! Bahkan menjadi perbincangan di Media Masa kala itu ketika Mantan Presiden RI B.J Habibie rela berdesak-desakan untuk menontonya.
Ketika membaca AAC 2 mungkin hal pertama yang ada dalam pikiran pembaca adalah bagaimana kelanjutan kisah cinta antara Fahri dan Aisha setelah kepergian Maria untuk selamanya, namun pikiran itu ternyata Jauh Panggang dari Api.
Cerita dimulai ketika Fahri tinggal di Kota Edinburgh, dimana ia kini menjadi Dosen Pengganti dalam Bidang Filologi di University of Edinburgh. Fahri tinggal bersama asisten setianya disebuah Perumahan di Stoneyhill Grove diantara tetangga yang berlatar belakang Budaya dan Agama yang berbeda, dan inilah kejutan pertama Kang Abik yang berhasil membuat pembaca penasaran dan bertanya-tanya dimana dan apa yang terjadi dengan Aisha? Mengingat Fahri dan Aisha adalah ibarat Sungai Nil dan Mesir. Tak bisa dipisahkan.
Sebagai imigran dan sebagai seorang Muslim apalagi minoritas membuat Fahri harus berjuang tanpa didampingi Aisha istri tercintanya, meskipun sering memikirkan Aisha yang diceritakan hilang di Palestina bersama Alicia dalam kunjungan ke Negara yang sedang dilanda konflik itu, Fahri tetap menunjukan ketegaranya dan bertekad menjadi seorang Muslim sejati sesuai dengan perintah Al-Qur’an, meskipun ia tinggal dimana kaum Muslim sebagai minorotas. “Cara melawan itu semua adalah dengan menunjukan bahwa kita , umat Islam ini berkualitas, bahkan harus berkualitas dan lebih professional dibanding orang-orang asli penduduk sini. Sudah menjadi naluri bahwa penduduk asli mendapatkan prioritas, itu yang harus kita sadari. Maka kita harus menunjukan nilai lebih yang tidak dimiliki penduduk asli”. (hal 25).
Hal berbeda ditunjukan Kang Abik dalam Novel ini dimana dalam Novel Pertama Fahri digambarkan sebagai seorang Mahasiswa dengan lika-liku cobaan, dalam Novel Kedua ini Fahri yang deketahui memiliki kedalaman ilmu dan juga ketaatan beragama, kini tokoh utama ini digambarkan sebagai seorang Entrepreneurship yang handal dan cerdas. Bagaimana tidak diantara masalah yang menderanya ia mampu mengelola bisnis milik keluarga Aisha dengan baik, bahkan ditanganya bisnis itu kian maju dan berkembang. Kang Abik ingin mengambarkan dan menyampaikan pesan kepada pembaca dimana diera “Ekonomi Bebas” ini bisa diatasi dengan kita kaum Muslim harus bekerja keras dan berilmu lebih disbanding yang lain.
Islam dan Eropa keduanya pernah menjadi pasangan serasi, kini hubungan keduanya penuh pasang surut akibat isu yang diberitakan di media massa kahir-akhir ini, bahkan berbagai kejadian belakang semakin memicu harmonisasi antara keduanya, sebut saja peristiwa 11 September, pengemboman Madrid dan London, kontroversi film Fitna di Belanda, Karikatur Nabi Muhammad SAW, bahkan hingga Aksi Terorisme di Paris terakhir kian menjadikan Islam benar-benar Agama Radikal seperti anggapan media Barat selama ini, dan stigma Islam identik dengan Teroris semakin mengakar dikalangan orang-orang pembenci Islam dan orang yang tak berpengetahuan.
Dan hal itu pula yang dialami Fahri dimana ia sering mendapat perlakuan tak menyenangkan, ia sering mendapatkan teror berupa tulisan-tulisan yang menghina dirinya sebagai Muslim dan menghina Islam sebagai Agamanya. Terror tersebut ternyata dilakukan oleh tetangganya sendiri yang bernama Keira yang trauma karena Ayahnya terbunuh akibat ulah para teroris, dan semenjak itu ia sangat membenci Islam dan juga orang-orang Muslim. Namun sikap berbeda justru ditunjukan Fahri yang justru membalasnya dengan senyum dan tanpa dendam bahkan tanpa sepengetahuan Keira, Fahrilah yang nantinya menjadi orang yang sangat berjasa dalam mewujudkan impian Keira menjadi seorang pemain Biola terkenal. Jason adik Keira juga awalnya sangat membenci Fahri namun berkat kasih saying dan sifat pemaaf Fahri sebagai Muslim Jason akhirnya luluh dan menjadi teman Fahri.
Pesan Islam sebagai Agama yang Rahmatan Lil ‘Alamin sangat jelas terkandung dalam Novel setebal kurang lebih 700 halaman ini, Kang Abik benar-benar menjadikan Novel ini sebagai Novel Dakwah yang sarat akan nilai-nilai Islam dan lingkup masalahnya dalam masyarakat, bahkan Dunia Internasional, seperti dalam penggambaran Novel ini.
Dalam beberapa adegan Fahri ditantang untuk menunjukan kapasstas keilmuanya baik untuk membela agamnya maupun untuk menunjukan dirinya sebagai seorang pendidik dan Akademisi Muslim.
Debat pertama atas tantangan seorang Yahudi benama Barunch akibat sakit hatinya karena Fahri menolong Nenek Catherina seorang tetangganya yang penganut Yahudi yang taat, dalam debat ini pembahasan yang dipermasalahkan adalah mengenai Konsep Amalek yaitu suatu sebutan dalam kitab suci Yahudi untuk sebutan bangsa yang membenci dan ingin menghancurkan Bani Israel, bahkan kalangan Yahudi Ekstrem dan Ortodoks menyebut orang selain Yahudi adalah Amalek terutama Muslim. Sebuah konsep yang salah dan harus mendapatkan pelurusan.
Dalam forum debat ini Fahri tampil memukau dengan argumen-argumen yang diktakan bahkan sangat mampu menguasai dibanding tokoh-tokoh Yahudi dan kalangan agama lain. Ini sekaligus menunjukan penulis juga melakukan riset terhadap kitab suci agama lain dan berhasil menyajikanya dalam bentuk Fiksi.
Dalam forum inilah pesan kemanusiaan ditampilkan dimana tindakan Israel atas Palestina tidak bisa dibenarkan bahkan menurut pandangan Agama apapun.
Lalu bagaimana dengan kisah cinta Fahri sendiri, akankah isu Poligami juga dibawa dalam Novel kedua ini? Sumpah Fahri untuk tetap setia kepada Aisha membuat dirinya sulit mencari pasangan hidup, bukan karena ia tidak mampu namun lebih karena Fahri belum bisa melupakan Istri tercintanya itu. Aisha.
Beberapa tawaran dan anjuran agar Fahri menikah lagi dilakukan orang-orang terdekat Fahri bahkan keluarga Aisha sendiri, tak terkecuali dari Guru yang sangat dihormatinya yaitu Syaikh Utsman yang berniat menjodohkan Fahri dengan Cucu kesayanganya.
Atas usulan Sabina akhirnya Fahri menikah dengan Hulya keponakan Aisha yang memiliki banyak kesamaan dengan Aisha, siapakah Sabina, dan akankah pernikahan Fahri dengan Hulya berakhir bahagia? Siapapun saya kira wajib membaca karya sang maestro ini untuk mendalami kisah yang ada dan menelusuri alur cerita yang sangat mengharukan ini.
Terlepas dari masalah yang ada dalam Novel ini, Tokoh Fahri benar-benar mampu merepresentasikan Fahri sebagai Muslim yang sejati, hingga mampu membawa pesan Islam kepada masyarakat di Kota Edinburgh dengan sifat dan sikap yang sesuai dengan ajaran Al-Qur’an hingga mampu membawa Cahaya Islam di Kota Edinburgh dan benar-benar membawa pesan Islam sebagai Agama Rahmatan Lil ‘Alamin.
Novel ini benar-benar cocok untuk dibaca semua kalangan karena didalamnya berisi pesan-pesan moral yang layak direnungkan dan sesuai dengan konteks yang terjadi dilingkungan kita saat ini, pesan yang ingin disampaikan Kang Abik benar-benar bisa tersampaikan sepenuhnya hingga sekali lagi julukan sebagai Novel Pembangun Jiwa sangat tepat diberikan untuk Novel ini.
Ada satu kekurangan menurut saya yaitu Novel ini terlalu tebal hingga sangat sulit dipegang dengan tangan, bahkan jika membuka terlalu lebar akan menyebabkan jilid Novel ini terbelah, alangkah lebih baiknya Novel ini dilebarkan ukuranya hingga ketebalanya bisa diminimalisir.
Ahmad Tohari Penulis Novel Ronggeng Dukuh Paruk dan Sastrawan Banyumas dalam suatu kesempatan pernah berkata “Belajar dan Pelajarilah Sastra karena Sastra dapat Menyelamatkan Bangsa” dan mungkin karya-karya yang dapat menyelamatkan Bangsa adalah adikarya semacam Novel Pembangun Jiwa karya Habiburrahman El-Shirazy. Semoga.
Seorang penulis tidak akan pernah puas dengan karya-karyanya namun akan tetap terus berkarya. Dan saya kira kita para pembaca setia karya Kang Abik akan setuju jika saya katakana “kita akan tetap selalu menanti adikarya selanjutnya dari seorang yang mendapat predikat Penulis Novel No. 1 di Indonesia”.
0 Komentar