Ada banyak tolak ukur suatu kebahagiaan. Bahkan tiap orang punya devinisi yang berbeda terkait apa itu Bahagia. Ada orang yang bahagia dengan kesederhanaan, ada yang bahagia dengan kemewahan juga ada pula yang bahagia dengan melihat orang lain bahagia, memang sungguh aneh rasa kebahagiaan itu sama anehnya dengan rasa cinta.
Pada beberapa pertemuan dengan teman-teman saya sering sekali mendapatkan pertanyaan yang aneh. Pertanyaan-pertanyaan itu tentu ditujukan kepada saya. Seperti "Apakah kamu sudah merasa sukses?", "Apakah kamu menjadi semakin rajin beribadah?", "Apakah kamu merasa bahagia?", hingga pertanyaan mainstream berawalan "Kapan?".
Pada kesempatan itu, ketika saya masih bersama teman-teman tentu pertanyaan itu tidak ada artinya bahkan tidak bermakna. Karena saya bisa menjawabnya dengan asal alias sekenanya. Namun hal lain terjadi ketika saya sedang sendiri, dan mengingat pertanyaan-pertanyaan dari teman-teman tersebut. Ada sesak didada ketika ketika mencoba meresapi setiap pertanyaan tersebut.
Diantara pertanyaan tersebut adalah tentang kebahagiaan, benar-benar terpikirkan betul oleh saya, apakah saya sudah bahagia selama ini?. Saya merasa bahagia ketika saya bisa berkumpul dengan keluarga, saya merasa bahagia ketika saya mendapatkan apa yang saya inginkan, saya merasa bahagia ketika mengunjungi suatu tempat menarik yang belum pernah saya kunjungi, juga ada beberapa hal yang membuat saya bahagia. Namun pertanyaan selanjutnya adalah apakah kebahagiaan itu bersifat permanen?, dalam arti apakah ketika saya mendapat satu kebahagiaan lantas kebahagiaan itu akan awat dan abadi?, tentu jawabannya tidak.
Seperti yang kebanyakan orang bilang bahwa roda kehidupan selalu berputar, ada saat dimana kita diatas dan ada saat dimana kita dibawah. Dan itu juga berlaku bagi saya. Tidak selamanya saya bahagia, ada saat dimana saya harus merenung bahkan lebih lama, merenungi nasib jelek yang tak kunjung hilang, sekaligus mempertanyakan kapan saya mendapatkan kebahagiaan. Disaat itu saya merasa sebagai makhluk yang paling malang, merasa menjadi makhluk paling tidak bahagia di dunia. Namun saat kondisi itu berbalik saya merasa menjadi makhluk paling beruntung di dunia.
Seorang teman pernah berkata, kadar kebahagiaan dan kadar kesedihan itu seimbang. Dimana ketika kita sedang mendapatkan kebahagiaan yang teramat besar, maka bersiap-siaplah akan ada fase kesedihan yang teramat besar pula sedang menanti kita didepan, begitu pula sebaliknya. Entah itu benar apa tidak, namun pada beberapa hal saya selalu percaya. Bukan bermaksud mau menyalahi takdir, bukan sama sekali. Namun ada makna mendalam dari kalimat seorang teman tersebut.
Dari kalimat seorang teman tersebut saya menyimpulkan bahwa kebahagiaan dan kesedihan itu sejatinya adalah ujian dimana pada saat itu datang apakah kita masih ingat kepada sang pencipta, baik atas anugerah yang diberikan maupun cobaan yang datang.
Disini saya menyimpulkan bahwa apakah saya bahagia?, saya bahagia saat merasa bahagia, dan saya sedih saat merasakan kesedihan. Yang masih belum saya bisa lakukan adalah ketika itu datang kepada saya, sadarkah saya bahwa itu semua adalah roda kehidupan, dimana keduanya sedang saling menguji saya akan segala karunia yang diberikan oleh sang pencipta, sang pemberi kebahagiaan dan kesedihan.
Wonosobo, 6 Januari 2019
0 Komentar