Saya dilahirkan ketika Indonesia dipimpin oleh seorang Jenderal. Penguasa yang memimpin negeri lama sekali, saya tak bisa menyaksikan perebutan kekuasaan yang sampai kini banyak menjadi perbincangan. Sejarah yang bahkan tak ku ketahui kebenarannya. Namun masa ketika sang penguasa menyatakan berhenti sebagai presiden, saya menyaksikan masa itu, masa yang bahkan menorehkan tinta hitam dalam sejarah negeri ini.
Masa kecil bagi saya adalah masa paling indah yang saya alami. Masa ketika saya tumbuh dengan teman-teman, dan tumbuh disekitar lingkungan yang bisa dikatakan belum begitu ada teknologi yang maju. Kalaupun ada teknologi yang bisa saya lihat waktu itu hanyalah Radio, dan Televisi Hitam Putih (itupun tak semua orang memiliki).
Semasa kecil, saya selalu menghabiskan waktu untuk bermain, sebelum saya masuk sekolah TK tentunya. Teman sepermainan saya kini sudah banyak yang meninggalkan Desa, mereka hanya kembali ketika ada sesuatu terjadi kepada keluarga mereka, entah itu hal bahagia ataupun duka, juga ketika hari raya. Dan banyak pula teman-teman sepermainan saya yang sampai sekarang tak tahu bagaimana kabarnya.
Banyak hal yang saya ingat dari masa kecil saya, tentunya tak semuanya saya ingat. Beberapa diantaranya adalah saat saya dan teman-teman mencuri jagung di ladang orang dan membakarnya bersama-sama, saat saya terjatuh saat sedang belajar naik sepeda, saat pertama kali keluaga kami mempunyai televisi berwarna, saat pertama kali saya melihat gajah di kebun binatang, dan momen lain yang bahkan ketika saya mengingatnya itu menjadi anugerah terindah. Saya percaya setiap kenangan patut kita jaga, meskipun kenangan itu menyakitkan.
Masa itu belum ada yang namanya celana jeans untuk anak-anak, kalaupun ada harganya mahal, dan itu hanya dimiliki oleh orang-orang kota, saat keci saya dan teman-teman menggunakan celana ABC, celana pendek dengan gambar huruf alfabet, itulah kenapa namanya celana ABC. Sendal yang kami pakai itupun tak sekeren anak-anak jaman sekarang, kami semua menggunakan sendal Doraemon denga warna Merah, Hijau, dan Biru, sandal itu sampai sekarang masih ada dan banyak dijual. Jangan tanyakan apakah kami selalu mandi tiap hari atau tidak, bagi kami tidak ada keharusan mandi selain hari Jumat ataupun hari besar, juga ketika kami memang terlihat kotor (sekali).
Pernahkah membayangkan makan dengan lauk garam?, itulah makanan kami dulu, saya tumbuh dan besar dalam keluarga yang bisa dibilang tidak terlalu kaya dan hampir lingkungan disekitar rumah saya juga keadaannya sama seperti keluarga kami, dan saat saya dan teman-teman memakan makanan dengan lauk garam tidak akan ada ejekan saya anak si miskin, norak, atau kampungan, karena hampir semuanya dimasa itu mengalami hal tersebut.
Kalau sekarang mie instan tersedia dengan berbagai merek dan varian rasa, dulu hanya ada 3 merk yang terkenal yaitu Indomie, Sarimi, dan Supermi. Dengan rasa ayam bawang, dan hanya Indomie yang bisa menyediakan Indomie kuah dan Indomie goreng, dua merk lainnya hanya mampu menciptakan rasa kuah ayam bawang. Harganya pun hanya Rp. 350, namun jangan salah uang segitu jaman dulu sangatlah besar hingga bagi saya dan teman-teman mie instan adalah barang mewah yang hanya bisa dibeli saat lebaran atau ketika kami sedang sakit dan kami bebas meminta apapun kepada Ibu kita. Kenapa saya selalu mengatakan kita karena itu dialami tidak hanya saya tapi juga teman-teman saya. Dan yang membuat saya sedih adalah ketika 1998 saat Soeharto lengser dan kemudian muncul istilah Krismon( Krisis Moneter) harga mie instan melonjak tajam dari Rp. 350 menjadi Rp. 750, tentu itu menjadikan mie instan semakin sulit untuk kami gapai.
Dan hampir sama seperti anak-anak pada umumnya dimasa itu adalah penampilan kami jauh dari kata rapi. Rambut kumal, muka dekil dengan ingus molor hampir sampai ke mulut yang tentu sering dijilati, juga baju yang bahkan jarang diganti setelah berhari-hari dipakai. Dan ingatan itulah yang selalu muncul kembali saat melihat anak kecil dengan keadaan fisik seperti saya dulu.
Masa kecil bagi saya adalah perenungan, masa dimana belum pernah memikirkan akan seperti apa saya dimasa mendatang, atau apakah yang harus saya lakukan besok dengan melihat kebelakang sesuatu yang sudah saya lakukan. Sama seperti masa itu ketika cita-cita kini menjadi ingatan usang yang bahkan sekarang menjadi lelucon. Namun sampai detik ini saya masih bersyukur ketika kadang-kadang ingatanku kembali kepada masa saat indah tersebut. Saya semakin sadar bahwa Tuhan banyak memberikan anugerah kepada saya, salah satunya adalah dengan tidak mengambil memori masa kecil saya, yang kadang datang silih berganti tanpa saya minta, dan tuhan maha adil ingatan itu kadang muncul disaat saya sedang membutuhkan ingatan itu untuk perenungan bagi diri saya sendiri.
0 Komentar