Entah sudah berapa kali saya mengunjungi kota ini, kota dengan banyak julukan. Setahu saya dan seingat saya pertama kali saya mengunjungi kota ini adalah ketika saya masih kelas TK, dan waktu itu mengunjungi Yogyakarta pertama kali dalam rangka liburan. Atau "lencer" dalam bahasa kami.
Yogyakarta yang saya kenal dulu belum seindah sekarang, dalam arti lebih tertata. Namun disini (tertata) justru membuat kota ini semakin sumpek. Dulu saya merasakan memang sudah banyak kendaraan berlalu lalang di Kota ini, sekarang jangan tanya.
Di kota ini pertama kali pula saya melihat sesuatu bernama kebun binatang, dengan bermacam fauna yang dulu hanya bisa saya lihat di gambar ataupun di televisi, dan di kebun binatang saya bisa melihat secara langsung wujud Kuda Nil, Burung Merak, Onta, dan binatang lainnya. Juga pertama kali saya mengenal dan melihat bianglala atau kami biasa menyebutnya "dermolem". Yogyakarta dalam ingatan masa kecil adalah kota dengan sejuta kesenangan. Sedangkan Jogja dimasa kini adalah kota yang saya kenal dengan kota sejuta ilmu.
Tak aneh rasanya bila kota ini mendapatkan julukan sebagai kota pelajar, selain karena banyak sekolah dan juga universitas yang ada di kota ini, bagi saya Yogyakarta adalah kota sejuta buku, dimana sumber ilmu bisa dengan mudah didapatkan disini. Banyak sekali lapak penjual buku baik baru maupun bekas, toko buku juga banyak tumbuh di kota ini, baik toko buku besar maupun kecil, juga banyaknya penerbit buku yang bermarkas di sini, dari mayor hingga penerbit indie.
Pernah suatu ketika saya diajak seorang teman, tanpa ada janjian terlebih dahulu dan tanpa pikir panjang saya langsung mengiyakan ajakan teman tersebut. Kami meluncur menuju Yogjakarta dengan menggunakan motor, dan alangkah terkejutnya saya ketika ternyata yang dituju adalah sebuah bazar buku. Mungkin bagi pecinta buku Jogja adalah surganya, apalagi ketika ada bazar seperti itu, dimana harga buku bisa sangat miring dari harga aslinya, dan itulah hal paling saya suka dari Jogja, banyaknya even bazar buku.
Banyak tempat yang bisa dikunjungi di Yogyakarta, baik itu obyek wisata dengan menonjolkan keindahan alam, ataupun dengan wahana permainan yang menarik, juga tentunya wisata kuliner yang tidak bisa dilewatkan, juga banyaknya spot foto kekinian yang berkembang seiring berjalannya waktu. Namun, bagi saya Jogja tak ubahnya tempat paling asyik untuk menjelajahi tempat yang berhubungan dengan dunia literasi.
Malioboro dengan banyaknya pedagang yang berjejer di sepanjang jalan, dengan musisi jalanan yang banyak bisa kita jumpai, juga dengan banyaknya tempat menarik untuk dikunjungi. Namun Malioboro juga menjadi slogan yang unik bagi para wisatawan yang datang. Banyak anggapan yang mengatakan bahwa belum sah berkunjung ke Yogyakarta kalau belum bertualang ke Malioboro. Entah itu benar apa tidak, bagi saya Malioboro penuh dengan kenangan, disepanjang jalan dapat saya lihat keramahan orang-orang Jogja, budaya diskusi yang banyak dilakukan pelajar di pinggir jalan, musisi yang dengan asyik memainkan alat musiknya, para turis yang berlalu lalang, dan bahkan lampu jalan yang menyala dimalam hari pun bagi saya menyimpan kenangan yang terlalu indah.
Saya percaya Jogyakarta tak akan pernah redup oleh gemerlap tempat lain, ia akan selalu berubah mengikuti perubahan jaman, namun saya juga selalu berharap Yogyakarta tak akan kehilangan identitasnya, juga tidaklah kehilangan unsur budaya dan akar sejarahnya.
Wonosobo, 3 Januari 2019
0 Komentar